PegununganKendeng dan Pegunungan Kapur Utara di pulau Jawa Pembahasan : Gamping (atau batu kapur) adalah sebuah batuan sedimen yang terdiri dari mineral kalsit dan aragonit, dengan kandungan senyawa kimia umumnya adalah CaCO3 (kalsium karbonat). Gamping terbentuk dari sisa-sisa organisme laut yang menumpuk selama jutaan tahun. PembangunanDi Kabupaten Pegunungan Bintang (Studi Kasus : Desa Denom Atukbin, Distrik Pepera) lain batu kapur/batu gamping, Sumberdaya air yang bany ak terdapat di wilayah . Bentuktopografi wilayah Kabupaten Belu merupakan daerah datar berbukit-bukit hingga pegunungan. Keadaan kemiringan lahan wilayah Kabupaten Belu dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelas dengan masing-masing lokasi sebagai berikut: Banyak dijumpai di Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Tasifeto Barat. Formasi Batu Gamping Coral c jenis tanah yang banyak dijumpai di wilayah yang banyak mengandung batu gamping d. tanah yang terdapat di kawasan pantai dan terbentuk akibat proses pengendapan laut e. tanah yang sudah banyak mengalami pencucian sehingga sebagian besar humusnya hilang. 18. Gambut merupakan tanah yang kurang subur sebab . a. banyak mengandung pasir Dibagian selatan dijumpai batu gamping terumbu koral dengan inti terumbu yang masih membentuk ratusan bukit-bukit kecil membentuk fisiografi kerucut karst yang dikenal dengan nama "Pegunungan Sewu". Berumur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal, tersebar di wilayah pegunungan bagian utara Nglipar di Pegunungan Mintorogo, Gunung Jogotamu YAS8. Abstrak Penelitian ini dilakukan di area pertambangan batugamping, Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Tujuan penelitian adalah untuk memperkirakan dampak penambangan batugamping terhadap imbuhan airtanah, dengan menggunakan metode APLIS. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ketinggian tempat elevasi dari permukaan air laut, kemiringan lereng, litologi ,zona infiltrasi, dan jenis tanah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai imbuhan airtanah mengalami penurunan. Kegiatan penambanganbatu gamping ini diperkirakan akan mengurangi imbuhan air tanah sampai dengan 72 %. Abstract This research has been conducted in the limestone mining areal, Maruni, South Manokwari district, Manokwari regency, West Papua province. The purpose of this research was to analyze the impact of the limestone mining to groundwater reserve, using APLIS methode. The variables used in this study were altitude elevation above sea level, slope, lithology, infiltration zone, and soil. The result of this research shows that groundwater reserve has decreased. Limestone mining activities will reduce groundwater reserve up to 72%. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ISSN 2085 – 6245 1 Khristian E Pamuji Dampak Penambangan Batu Gamping Terhadap Cadangan Air Tanah DAMPAK PENAMBANGAN BATU GAMPING TERHADAP CADANGAN AIR TANAH Studi Kasus Penambangan Batu Gamping, Maruni, Manokwari, Papua Barat Khristian Enggar Pamuji Prodi Fisika Jurusan Fisika FMIPA UNIPA Jl. Gunung salju Amban, Manokwari e-mail k_enggar_p Abstrak Penelitian ini dilakukan di area pertambangan batugamping, Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Tujuan penelitian adalah untuk memperkirakan dampak penambangan batugamping terhadap imbuhan airtanah, dengan menggunakan metode APLIS. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ketinggian tempat elevasi dari permukaan air laut, kemiringan lereng, litologi ,zona infiltrasi, dan jenis tanah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai imbuhan airtanah mengalami penurunan. Kegiatan penambanganbatu gamping ini diperkirakan akan mengurangi imbuhan air tanah sampai dengan 72 %. Kata kunci Imbuhan airtanah, APLIS, Dampak pertambangan Abstract This research has been conducted in the limestone mining areal, Maruni, South Manokwari district, Manokwari regency, West Papua province. The purpose of this research was to analyze the impact of the limestone mining to groundwater reserve, using APLIS methode. The variables used in this study were altitude elevation above sea level, slope, lithology, infiltration zone, and soil. The result of this research shows that groundwater reserve has decreased. Limestone mining activities will reduce groundwater reserve up to 72%. Keywords Groundwater reserve, APLIS, The mining impact 1. PENDAHULUAN Otonomi daerah adalah sebuah peluang bagi daerah untuk mengelola sendiri daerahnya. Antara lain menggali potensi sumberdaya alam untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah PAD yang sebesar-besarnya. Namun juga otonomi daerah adalah sebuah tantangan bagi daerah untuk memanfaatkan hasil PAD bagi kesejahteraan masyarakatnya. Manokwari merupakan salah satu daerah otonomi di Indonesia telah menerima investasi penambangan batu Gamping di Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Investasi ini dibutuhkan untuk mendukung investasi pembangunan industri semen di Distrik Manokwari Selatan, dan Distrik Warmare, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Salah satu perusahaan swasta nasional telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan IUP Eksplorasi yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Manokwari, untuk melakukan penambangan batu gamping. Dari 1500 Ha luasan yang diizinkan untuk dieksplorasi, perusahaan tersebut rencananya hanya akan menambang batu gamping seluas 190,517 Ha. Kegiatan penambangan batu gamping tentunya tdak terlepas dari kegiatan pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk dan tentunya kegiatan pembongkaran dan penghancuran. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya akan menyebabkan perubahan morfologi, tutupan lahan, tanah, kemiringan yang tentunya dapat mengganggu keberadaan airtanah dan imbuhan air tanah di daerah tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Geologi Lokasi rencana tambang batugamping seluas 190,517 Ha, pada peta geologi bersistem ISSN 2085 – 6245 2 ISTECH Vol. 6, No. 2, Agustus 2014 ........ Indonesia, termasuk dalam Peta Geologi Lembar Manokwari, Irian Jaya saat ini telah menjadi Papua Barat edisi kedua yang disusun oleh Ratman, dkk. 1989 dan dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi saat ini Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Geologi regional pada uraian ini mencakup bentang alam dan stratigrafi. Bentang alam Secara regional fisiografi pada Lembar Manokwari meliputi tujuh satuan fisiografi yang terdiri dari Pegunungan tengah Kepala Burung, Dataran Arfak, Daerah perbukitan, Terumbu koral terangkat dan komplek pantai, Punggungan batu gamping, Rataan pantai dan aluvium, dan Inselberg bukit pencil batu gunungapi. Lokasi rencana tambang berada pada satuan fisiografi Punggungan batugamping yang topografinya dikuasai oleh tiga punggungan sejajar, punggungan membulat, memanjang dan berarah barat laut – tenggara sepanjang 8 km, lebar 1,5 km, bentang alam pada satuan ini berupa perbukitan gamping dengan ketinggian +30 m – +256 m Pieter dkk. 1983, dalam Ratman dkk, 1990. Gambar 1. Bentang alam lokasi penambangan batu gamping Stratigrafi Stratigrafi regional Manokwari meliputi lima Mandala Geologi, yaitu Blok Bongkah Kemum, Sistem Sesar Sorong/Ransiki, Blok Tamrau, Blok Arfak, dan Cekungan Manokwari. Lokasi rencana tambang berada pada Blok Arfak satuan Batu gamping Maruni Tmma yang berumur Miosen awal hingga Miosen Tengah. Litologi pada Formasi Batu gamping Maruni Tmma terdiri Biomikrit ganggang-foraminifera dengan sedikit biokalkarenit berbutir halus, mikrit lempungan dan batu napal. Hidrologi Daerah penambangan Batu Gamping memiliki karakteristik bentuk lahan dan hidrogeologi yang diakibatkan oleh kombinasi batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Air tanah di kawasan ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan porositas sekunder. Infiltrasi yang terjadi melalui peresapan pada rongga antar butir dan lebih dominan melalui kekar, retakan dan celah-celah batuan yang terjadi akibat pelarutan. Di Lokasi ini dijumpai beberapa sumber mata air tanah yang banyak dimanfaatkan oleh warga untuk menanam kangkung. Curah Hujan Data yang diperoleh dari Badan Meteorolgi Klimatologi dan Geofisika BMKG stasiun Rendani menunjukkan bahwa total rerataan curah hujan didaerah penelitian selama kurun waktu 18 tahun tergolong tinggi yaitu mm dengan rerataan hari hujan sebesar 16 hari/bulan. Data tersebut jika diperhitungkan dengan kriteria tipe hujan menurut Mohr, maka semua bulan kategorinya dimasukkan dalam bulan basah, dimana bulan basah dengan curah hujan > 100 mm. Imbuhan Airtanah Andreo dkk 2008 menyatakan bahwa imbuhan airtanah adalah sejumlah air hujan yang masuk kedalam sistim akuifer selama periode tertentu, meskipun tidak menutup kemungkinan imbuhan airtanah berasal dari air permukaan. Lubis 2006 menyebutkan bahwa wilayah imbuhan airtanah atau sering juga disebut dengan daerah resapan air adalah wilayah yang mampu meresapkan air, kemudian mampu ISSN 2085 – 6245 3 Khristian E Pamuji Dampak Penambangan Batu Gamping Terhadap Cadangan Air Tanah mengalirkannya sampai zona jenuh air. Karakteristik yang berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain menyebabkan setiap tempat memiliki kemampuan meresapkan air berbeda-beda. 3. METODE PENELITIAN Perhitungan cadangan air bawah tanah diperlukan data tebal akifer, sebaran akuifer dan transmisibilitas akuifer baik akuifer tidak tertekan maupun tertekan. Apabila data belum tersedia, maka cadangan airtanah tahunan disetarakan dengan imbuhan air tanah yang berasal dari air hujan. Air hujan sebagian menjadi air permukaan dan sebagian meresap kedalam tanah. Perkiraan awal imbuhan dapat di hitung dengan mengambil prosentase tertentu dari curah hujan rata-rata tahunan RF yang meresap ke reservoar air bawah tanah. Ketelitian metode ini tergantung pada angka prosentase imbuhan yang terpilih. Metode yang digunakan dalam penelitiannya ini adalah metode APLIS, Andreo, dkk 2008 menjelaskan bahwa metode ini menggunakan lima variabel yang didasarkan pada karakteristik hidrologi dan geomorfologi suatu wilayah. Oleh karena itu, maka metode ini hanya dapat digunakan untuk menentukan kerentanan airtanah instrisik dari suatu wilayah. APLIS merupakan singkatan dari lima varibel yang digunakan dalam bahasa Spanyol. Lima variable yang digunakan dalam Metode APLIS meliputi altitud ketinggian, pendiente kemiringan, litologia litologi, infiltraction preferencial zona infiltrasi, dan suelo tanah. Masing-masing variabel di kelaskan dan diberi skor sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap besarnya imbuhan airtanah yang kemudian akan mencerminkan tingkat kerentanan airtanah disuatu wilayah. Pengambilan Data Data yang dibutuhkan untuk menentukan imbuhan airtanah adalah ketinggian, kemiringan, litologi, zona infiltrasi, dan jenis tanah. Lokasi pengambilan data berada didaerah penambangan batu gamping. Sedangkan untuk data curah hujan diperoleh dari stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG Manokwari. Analisis Data Kecepatan imbuhan terutama dikontrol oleh keadaan geologi, tanah, penutup lahan, penggunaan lahan, penutup lahan dan kemiringan lereng. Sebagai pegangan berdasarkan keadaan geologi percepatan imbuhan dari curah hujan tahunan rata-rata. Imbuhan pada akuifer dapat dihitung sebagai berikut RC = RF x A x RC % Keterangan RC imbuhan m3 /tahun RF Curah hujan rata-rata tahunan di daerah tangkapan A Luas area/ tadah m2 RC% Prosentase imbuhan. Sedangkan RC % sendiri ditentukan dengan menggunakan metode APLIS RC=A+P+3L+2I+S/ RC Imbuhan air tanah dalam persen A Ketinggian P Kemiringan Lereng L Litologi I Zona Infiltrasi S Tanah Untuk melihat dampak kegiatan terhadap air tanah maka hasil perhitungan imbuhan air tanah sebelum kegiatan dan prakiraan imbuhan air tanah setelah kegiatan kemudian dibandingkan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Imbuhan Airtanah Sebelum Kegiatan Penambangan Berdasarkan data pengamatan lapangan dan berdasarkan peta kontur daerah ini memiliki ketinggian antara 30 sampai dengan 256 m atau ≤300 m dpal, sehingga skor untuk altitud adalah 1 A=1.Untuk pendiente kemiringan, daerah ini memiliki kemiringan antara 8 sampai dengan 16%, sehingga skor untuk pendiente adalah 9 P=8. Untuk litologia litologi, daerah ini merupakan batu gamping bercelah, sehingga memiliki skor litologi 6 L=6. Untuk infiltraction preferencial zona infiltrasi, daerah ini memiliki skor 6 I=6, dan terakhir adalah suelo tanah, jenis tanah ini termasuk ordo Entisol dengan ketebalan antara 30 sampai dengan 50 cm, sehingga memiliki skor 9 S=9. Berdasarkan skor tersebut, Dengan menggunakan metode APLIS, prosentase imbuhan RC daerah tersebut didapat sebesar 47% dan termasuk ISSN 2085 – 6245 4 ISTECH Vol. 6, No. 2, Agustus 2014 ........ dalam kategori sedang, artinya 47% dari air hujan yang turun didaerah ini akan meresap dan menjadi air bawah tanah. Dengan Intensitas curah hujan daerah ini mencapai 12,2 mm/hari, maka Imbuhan tanah di daerah ini diprakirakan mencapai 215,73 Juta m3/tahun Imbuhan Airtanah Setelah Kegiatan Penambangan Lokasi tambang batu gamping ini dekat dengan laut, ketinggian gunung +30 sampai dengan +256 m. Tingkat tertinggi deposit tersingkap adalah +255m, dan tingkat terendah adalah +65m, sehingga perbedaan ketinggian relatif adalah sekitar 190m. Lokasi penambangan dibagi menjadi tiga blok penambangan, dengan batas penambangan terendah ± 30 m. Penambangan batu gamping dilakukan secara bertahap dari blok 1 sampai blok 3, dimulai dari atas ke bawah, tinggi jenjang bench penambangan maksimum 15 m, dan kemiringan jenjang bench 750. Penambangan ini tentunya akan menyebabkan perubahan morfologi, ketinggian, hilangnya tanah penutup dan perubahan jenis batuan yang tentunya dapat mengganggu keberadaan airtanah. Penambangan ini menyebabkan bukit menjadi datar <3% sehingga mengubah skor kemiringan dari 9 menjadi 10. Meskipun ketinggian berubah, tetapi skor untuk ketinggian tetap, karena masih berada di bawah 300 m dpal. Begitu juga untuk litologi batuan, litologi batuan tidak mengalami perubahan, karena areal bekas tambang nantinya masih berupa batu gamping. Perubahan lainnya terjadi pada tanah, akibat dari penambangan, lapisan tanah akan hilang, sehingga skor untuk tanah menjadi 0. Begitu juga dengan zona infiltrasi, rekahan-rekahan akan hilang sehingga menyebabkan nilai untuk infiltrasi menjadi 1. Dengan demikian, akibat dari penambangan ini diperkirakan akan menyebabkan prosentase imbuhan menurun menjadi 34,4%. Prakiraan penurunan Imbuhan Air Tanah selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Perubahan Imbuhan Air Tanah Pada Saat Kegiatan Penggalian Gamping Kegiatan penambangan batu gamping akan mengakibatkan perubahan imbuhan air tanah. Jika tidak ada kegiatan maka daerah tersebut memiliki imbuhan air tanah sebesar 47,8 %, yang artinya 47,8 % air hujan yang jatuh ke bumi akan terserap/ terinfitrasi masuk kedalam tanah. Imbuhan tanah di daerah ini diperkirakan mencapai 215,73 Juta m3/tahun. Kegiatan penambangan batu gamping diperkirakan akan mengurangi imbuhan air tanah sampai 72 % atau hanya menyisakan 59,48 Juta m3/tahun pada saat kegiatan penambangan batu gamping selesai dilakukan. Jika tidak mendapat penanganan yang baik, maka penambangan batu gamping akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan terutama terhadap cadangan airtanah di lokasi penambangan, dimana saat ini banyak warga masyarakat memanfaatkan air untuk pertanian. ISSN 2085 – 6245 5 Khristian E Pamuji Dampak Penambangan Batu Gamping Terhadap Cadangan Air Tanah Gambar 2. Perubahan Imbuhan Air Tanah 5. KESIMPULAN Dengan menggunakan metode APLIS, prosentase imbuhan RC daerah penelitian didapat sebesar 47% dan termasuk dalam kategori sedang. Imbuhan tanah di daerah ini diprakirakan mencapai 215,73 Juta m3/tahun. Kegiatan penambangan batu gamping ini diperkirakan akan mengurangi imbuhan air tanah sampai 72 % atau hanya menyisakan 59,48 Juta m3/tahun pada saat kegiatan penambangan batu gamping selesai dilakukan. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan. DAFTAR PUSTAKA [1] Andreo, B., Vias, J., Duran, ., Jimenez, P., Lopez-Geta, P. A., and Carrasco, F. 2008. Methodology for Groundwater Recharge Assesment in Carbonate Aquifer Application to Pilot Sites in Southern Spain. Hydogeology Journal, 16. 911-925 [2] Georg Petersen. 2005. Hydrological Impacts Assessment Study. United States Agency for International Development. USA. [3] Lubis, F. R. 2006 Bagaimana Menentukan Daerah Resapan Air Tanag? Jounal Inovasi, 618. 32-35 [4] Robinson. N Ratman, Pieters. 1990. Geologi Lembar Manokwari Irian Jaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung Indonesia. [5] K. M. Kent . 1973. A Method for Estimating Volume and Rate of Runoff in Small Department of Agriculture Soil Conservation Service. 050100150200250Awal PenggalianBlok I dan IIPenggalianBlok IIISisa Imbuhan m3/TahunPenurunan Imbuhan Air Tanah ResearchGate has not been able to resolve any citations for this recharge can be determined by conventional methods such as hydrodynamic or hydrologic balance calculations, or numerical, hydrochemical or isotopic models. Such methods are usually developed with respect to detrital aquifers and are then used on carbonate aquifers without taking into consideration their hydrogeological particularities. Moreover, such methods are not always easy to apply, sometimes requiring data that are not available. Neither do they enable determination of the spatial distribution of the recharge. For eight regions in southern Spain, the APLIS method has been used to estimate the mean annual recharge in carbonate aquifers, expressed as a percentage of precipitation, based on the variables altitude, slope, lithology, infiltration landform, and soil type. The aquifers are representative of a broad range of climatic and geologic conditions. Maps of the above variables have been drawn for each aquifer, using a geographic information system; thus they can be superimposed to obtain the mean value and spatial distribution of the recharge. The recharge values for the eight aquifers are similar to those previously calculated by conventional methods and confirmed by discharge values, which corroborates the validity of the Menentukan Daerah Resapan Air Tanag?F R LubisLubis, F. R. 2006 Bagaimana Menentukan Daerah Resapan Air Tanag? Jounal Inovasi, 618. 32-35Geologi Lembar Manokwari Irian Jaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan GeologiG P RobinsonP E Robinson. N Ratman, Pieters. 1990. Geologi Lembar Manokwari Irian Jaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung Method for Estimating Volume and Rate of Runoff in Small WatershedsK M KentK. M. Kent. 1973. A Method for Estimating Volume and Rate of Runoff in Small Department of Agriculture Soil Conservation Service. Pengertian Karst secara luas adalah bentuk bentang alam khas yang terjadi akibat proses pelarutan pada suatu kawasan batuan karbonat atau batuan mudah terlarut umumnya formasi batu gamping sehingga menghasilkan berbagai bentuk permukaan bumi yang unik dan menarik dengan ciri-ciri khas exokarst di atas permukaan dan indokarst di bawah permukaan. Penggunaan istilah karst secara internasional berawal dari bahasa Jerman yang diserap dari bahasa Slavia kras yang memiliki arti lahan gersang berbatu. Istilah kras diberikan untuk wilayah di Serbia, Bosnia, Herzegovina, Slovenia, Republic of albania dahulu Yugoslavia yang memiliki topografi khas akibat proses pelarutan pada batuannya. Di beberapa negara penggunaan istilah bentang alam unik ini beragam misalnya karst Jerman dan Inggris, carso Italian republic, kras negara-negara Balkan, karusuto Jepang, atau kars Malaysia. Sedangkan di Indonesia pernah diperkenalkan dengan istilah kras atau curing Kamus Kebumian Purbo-Hadiwidjojo, 1994. Dalam ilmu bumi, definisi karst adalah suatu wilayah kering, yang tidak subur/gersang dan berbatu-batu sedangkan dalam geologi, pegunungan yang terdiri dari batu gamping dan kemudian memperlihatkan bentang alam yang khas akibat adanya proses pelarutan batuannya oleh air, dinamakan morfologi karst. Ciri-ciri Kawasan Karst Kawasan Karst memiliki karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh larutnya batuan yang tinggi di dalam air, jika dibandingkan dengan daerah lain. Pada kawasan ini dapat diketahui yaitu relief pada bentang alam ini berada pada daerah yang berbatuan yang mudah larut, juga dapat diketahui dengan adanya aliran sungai yang secara tiba tiba masuk tanah meninggalkan lembah kering dan muncul sebagai mata air yang besar. Pada daerah ini pola pengaliran tidak sempurna, kadang tampak, kadang hilang, yang disebut sebagai sungai bawah tanah. Kawasan Karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya mudah larut sehingga mudah sekali terbentuk goa-goa bawah tanah dari celah dan retakan. Mulai banyaknya permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan. Serta bahaya dari alam sendiri berupa bencana alam guguran batuan dan runtuhnya goa bawah tanah. Ciri-ciri kawasan karst antara lain Terdapatnya sejumlah cekungan depresi dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan jarak yang berbeda-beda. Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat pelarutan kimia pada batu gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit conical hills. Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada daerah Karst umumnya terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja muncul dari dalam tanah. Terdapatnya sungai-sungai di bawah permukaan, adanya goa-goa kapur pada permukaan atau di atas permukaan. Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah terrarosa yang merupakan endapan resedual akibat pelapukan batu gamping. Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau lubang-lubang mapun runcing-runcing lapies Banyaknya Stalaktit dan Stalakmit akibat dari air yang masuk ke lubang-lubang doline kemudian turun ke gua dan menetes dari atap gua ke dasar gua yang berubah jadi batuan. Kawasan karst di Indonesia Indonesia diperkirakan memiliki kawasan batuan karbonat yang luasnya mencapai 15,4 juta hektar yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia mulai dari barat hingga timur. Beberapa kawasan tersebut telah dikembangkan sebagai kawasan kars bahkan telah menjadi Geopark pertama di Indonesia untuk kawasan kars Gunungsewu Jawa Tengah – Jawa Timur dan secara aklamasi oleh International Union of Speleoloogy dinyatakan sebagai World Natural Heritage. Permukaan bumi 25 persen merupakan kawasan Karst, sehingga 25 persen kehidupan dunia pun tergantung pada kawasan ini. Keunikan kawasan Karst itu sendiri terletak pada fenomena melimpahnya air bawah permukaannya yang membentuk jaringan sungai bawah tanah, namun di sisi lain, kekeringan tampak di permukaan tanahnya. Untuk itu pengelolaan berkelanjutan kawasan karst membutuhkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam dengan terencana, optimal, dan bertanggung jawab. Selain itu, untuk menekan laju kerusakan, diperlukan wawasan mengenai lingkungan hidup ekosistem karst secara menyeluruh. Termasuk perubahan cara pandang dari semua komponen termasuk para pengambil keputusan. Disarikan dari berbagai sumber Pengertian Karst – Kanal Pengetahuan Source

banyak batu gamping dijumpai di wilayah pegunungan